Mencari Data di Blog Ini :

Friday, September 10, 2010

Idul Fitri, Ketaatan Bertambah Ataukah…???

لَيْسَ الْعِيْدُ لِمَنْ لَبِسَ الْجَدِيْدَ وَلـٰكِنَّ الْعِيْدَ لِمَنْ طَاعَتُهُ تَزِيْدُ

(Hakikat) Idul Fitri bukan bagi orang-orang yang (hanya mengandalkan) pakaian baru
Tetapi, (hakikat) Idul Fitri itu bagi orang-orang yang bertambah ketaatannya

Idul Fitri sering diidentikkan dengan sarung dan baju koko baru.
Idul Fitri sering diidentikkan dengan mukena baru.
Idul Fitri sering diidentikkan dengan pakaian baru.
Idul Fitri sering diidentikkan dengan cat rumah baru.
Idul Fitri sering diidentikkan dengan uang baru.
Idul Fitri sering diidentikkan pula dengan kue baru. Tapi, khusus yang satu ini harus, karena nggak boleh kadaluarsa :).


Ternyata tak berhenti sampai di situ. Merk pakaian pun menjadi pertimbangan khusus dengan berbagai argumentasi—karena awet, enak dipakai, lebih lembut dan sejenisnya. “Harga tak jadi masalah, toh setahun sekali,” kata kita Bahkan, kadang kita merasa jika tidak memakai merk tertentu dianggap kurang afdholllll (dengan 5 buah huruf “L”).
Ada-ada saja memang perilaku kita dalam meyongsong, menjalani dan memaknai Idul Fitri.

Lantas, salahkah itu semua? Tak ada yang salah jika memang sesuai ajaran agama, misal bukan termasuk pemborosan (mubadzir), niat pamer (sombong) atau hal lain yang tidak diperbolehkan.

Meskipun demikian, hendaklah kita renungkan bersama nasihat yang tercantum di awal tulisan ini. Sejatinya, bertambahnya ketakwaan tak harus saat Idul Fitri. Bukankah sudah tertera dalam sebuah petuah bijak bahwa hari ini harus lebih baik daripada kemarin?

Namun, tak mengapa Idul Fitri dijadikan sebuah momen introspeksi diri sekaligus meningkatkan ketaatan kepada Allah. Para ustadz sering menjabarkan bahwa Ramadhan adalah bulan pelatihan, bulan penggemblengan serta kawah candradimuka. Setelah training, peningkatan harus menjadi sebuah keniscayaan.

Mari kita ingat lagi sabda Rasulullah saw, yang penulis yakin kita tak ingin termasuk anggotanya:


كَمْ مِنْ صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ صِيَامِهِ إِلَّا الْجُوعُ وَكَمْ مِنْ قَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ قِيَامِهِ إِلَّا السَّهَرُ

Betapa banyak orang berpuasa namun tidak mendapat apa-apa kecuali lapar.
Betapa banyak orang menghidupkan malam Ramadhan namun tidak mendapat apa-apa kecuali (sekedar) begadang.
(HR Ahmad, Darimi, Hakim, Ibnu Khuzaimah, Ibnul Mubarak, Ibnu Majah, Nasa’i, Thabrani dan Qudha‘i. Adapun lafazh hadits menurut riwayat Imam Ahmad)
Jika memang tak ingin puasa kita sia-sia, langkah nyata apa yang harus kita lakukan sejak hari nan fitri?

Sebagaimana telah dijelaskan Rasulullah saw bahwa puasa, shalat tarawih dan lailatul qadar bisa membuat dosa-dosa kita diampuni oleh Allah, maka kita harus berlaku seperti orang yang telah diampuni dosa-dosanya, meskipun hakikatnya kita tidak tahu.

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيْمَاناً وَاحْتِسـَاباً غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

Siapa puasa Ramadhan dengan didasari iman dan semata-mata karena Allah, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. (Muttafaq ‘alayh)

مَنْ قََامَ رَمَضَانَ إِيْمَاناً وَاحْتِسـَاباً غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
Siapa shalat malam di bulan Ramadhan dengan didasari iman dan semata-mata karena Allah, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. (Muttafaq ‘alayh)

مَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيْمَانًا وَاحْتِسَـابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
Siapa menghidupkan malam Lailatul Qadar dengan didasari iman dan semata-mata karena Allah, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. (HR Bukhari)

Bagaimana contoh ciri orang yang telah diampuni dosanya oleh Allah?

Pada hakikatnya hanya Allah Yang Maha Tahu tentang hal ini. Namun sebagai ilustrasi sederhana seperti diterangkan al-Ghazali, kita ambil contoh segelas air jernih atau sebuah kaca bening.

Bila segelas air jernih terkena noda, pasti terlihat nyata. Jangankan noda pekat, satu “sentuhan” teh celup saja sudah terlihat perubahannya. Jika hati yang bersih dikotori oleh perbuatan tidak baik, misalnya menggunjing (ghîbah) maka hati akan gelisah, gundah, resah dan sedih karena telah melakukan ketidaktaatan kepada Allah.

Hati yang demikian kondisinya tak akan sanggup berbuat dosa besar karena dosa kecilpun telah membuatnya tak tenang. Hal ini juga mengandung pelajaran bahwa kalau kita berani berbuat dosa besar, biasanya itu menunjukkan kita rutin berbuat dosa kecil. Ibarat tabungan, dosa kecil yang terus dilakukan akan menumpuk sehingga jadi banyak/besar.

Tatkala air sudah sedemikian keruh, maka noda hitam pekat pun tak akan berdampak banyak terhadap kondisi air itu. Saat kita sudah berlumuran dosa kecil, maka melakukan dosa besar pun tak akan membuat hati kita menangis karena kondisi hati telah begitu kotor.

Di sebuah hadits yang tercantum di kitab Riyadhush Shalihin riwayat Imam Bukhari dan Muslim, dikisahkan ada seseorang yang telah membunuh sembilan puluh sembilan (99) orang. Dia ingin taubat dan bertanya kepada seorang rahib apakah taubatnya akan diterima Allah. Rahib itu menjawab tidak, maka orang tadi membunuh sang rahib sehingga genap seratus (100) orang telah ia tumpahkan darahnya. 
Salah satu pelajaran yang bisa kita petik dari kisah tersebut adalah saat hati begitu kotor atau kita terbiasa melakukan maksiat apalagi dosa besar, maka melakukan dosa lain tak akan terasa berat. Semoga Allah menjaga kita dari hal-hal demikian, amin.


Ketika diri malas melakukan shalat sunnah, hati yang suci akan bergejolak karena merasa rugi tak dapat meraih kedekatan dengan Sang Khaliq. Apatah lagi melakukan ibadah wajib kalau yang nafilah saja seperti itu. Hati yang suci akan selalu ingin dekat dengan Yang Maha Suci (Al-Quddûs).
Sebagaimana kaca yang semakin bening dengan semakin sering dibersihkan, hati pun semakin tenang dan bahagia saat diri melakukan aktivitas ibadah apapun.

Tatkala kaca terkena kotoran sedikit saja, tentu kita berusaha membersihkannya agar tetap kinclong. Begitu pula hati, saat khilaf melakukan ketidakbaikan, kita harus segera beristighfar untuk menjaga kebersihan hati dan jiwa.

Demikianlah seharusnya kondisi kita di hari nan fitri. Semoga pertolongan Allah SWT tetap atas kita sehingga bisa istiqamah berada di jalan-Nya guna meraih ridha-Nya, amin.


Daftar Pustaka:

Maktabah Syamilah al-Ishdâr ats-Tsâlits

#Semoga Allah menyatukan dan melembutkan hati semua umat Islam, amin…#

0 comments:

Post a Comment