Mencari Data di Blog Ini :

Friday, October 1, 2010

Apakah Kita Termasuk Orang Yang Harus Bertaubat? (2 of 4)

“Taubat” berasal dari akar kata ta’—wau—ba’ yang dalam bahasa Arab menunjukkan pengertian kembali. Kata ini mengandung makna bahwa yang kembali pernah berada pada satu posisi—baik tempat maupun kedudukan—kemudian meninggalkan posisi itu, selanjutnya dengan “kembali” ia menuju kepada posisi semula.

Taubat kepada Allah SWT berarti pulang dan kembali ke haribaan-Nya serta tetap di pintu-Nya. Betapa indahnya kembali kepada Allah. Betapa indahnya ketika kita, hamba yang bertaubat ini mengingat bahwa kita mempunyai Tuhan Yang Maha Kuasa, Yang Melihat kita penuh pengampunan walaupun kita datang dengan lumuran dosa dan kemaksiatan. Kita pasrahkan badan, kekhusyu‘an hati, menyesali sepenuhnya serta berusaha untuk bertaubat dan kembali kepada-Nya.

Imam al-Ghazali menjelaskan bahwa taubat adalah pengertian yang menghimpun tiga komponen, yaitu:
  • Ilmu
  • Hâl (kondisi spiritual), yaitu makna, nilai atau rasa yang hadir dalam hati.
  • Amal perbuatan

Ilmu akan menghasilkan hal (kondisi), dan hal akan menghasilkan amal perbuatan. Ilmu adalah pengetahuan akan bahaya yang muncul dari dosa. Ilmu akan membawa ke arah kebaikan, yaitu dengan melahirkan iman dan yaqîn. Iman adalah mempercayai bahwa dosa merupakan racun yang menghancurkan, sedangkan yaqîn adalah meyakinkan apa yang dipercayai dan menghilangkan keraguan bahwa dosa itu adalah racun yang menghancurkan. Pada akhirnya, semua itu akan membuahkan cahaya hati yang dapat merasakan penyesalan atas kemaksiatan yang pernah dilakukan dan merasakan bahwa kemaksiatan itu telah menjadi penghalang (hijâb) antara ia dan Allah.


Dengan ilmu, maka akan timbul keinginan dan kehendak untuk melakukan suatu perbuatan (amal kebaikan), baik yang berkaitan dengan masa sekarang, yang telah lalu maupun yang akan datang. Yang berkaitan dengan masa sekarang yaitu dengan meninggalkan perbuatan maksiat yang pernah dilakukan. Sedangkan yang berkenaan dengan masa yang akan datang yaitu dengan berniat akan meninggalkan perbuatan maksiat hingga meninggal dunia. Adapun yang berkaitan dengan masa lalu, yaitu dengan mengganti atau meng-qadha ibadah-ibadah wajib yang telah ditinggalkan pada masa lalu.


Tentang mengganti ibadah-ibadah wajib yang telah ditinggalkan, para ulama berbeda pendapat. Pendapat pertama—pendapat empat imam madzhab—menjelaskan bahwa semua ibadah wajib yang ditinggalkan harus diganti (qadha). Pendapat kedua menerangkan bahwa semuanya wajib diganti, kecuali shalat yang sengaja ditinggalkan, karena tidak ada ganti bagi shalat yang ditinggalkan dengan sengaja. Qadha shalat hanya bagi yang lupa atau tertidur. Sebagai gantinya, yang harus dilakukan adalah memperbanyak istighfar dan shalat nafilah (shalat sunnah). Wallâhu a‘lam.


Taubat juga sering diartikan dengan penyesalan. Selanjutnya, buah penyesalan adalah meninggalkan apa yang membuat kita menyesal, lalu menggantinya dengan kebaikan dan ketaatan.


النَّـدَمُ التَّوْبَةُ

Penyesalan adalah taubat. (HR Ibnu Majah, Ibnu Hibban dan Hakim).


اِتَّقِ اللهَ حَيْثُمَا كُنْتَ وَأَتْبِعِ السَّـيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا

Bertakwalah kepada Allah di mana saja engkau berada, dan ikutilah perbuatan jelek dengan perbuatan baik, karena perbuatan baik akan menghapus perbuatan jelek. (HR Tirmidzi)


Maka siapa bertaubat (di antara pencuri-pencuri itu) sesudah melakukan kejahatannya dan memperbaiki diri, maka sesungguhnya Allah menerima taubat. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
(QS al-Mâidah [5]: 39)


Al-Busyanji pernah ditanya tentang taubat, lalu dijawab, “Jika kamu mengingat dosa, kemudian tidak merasakan manisnya ketika mengingatnya, maka demikian itu adalah taubat.”


Bila ada yang berkata, “Saya sudah taubat sekarang. Dulu, jenis kemaksiatan model apa pun pernah saya lakukan. Saya sudah puas melakukan itu semua, sekarang waktunya bertaubat.” Menurut al-Busyanji, pernyataan seperti ini menunjukkan bahwa kita belum bertaubat. Kita tidak menyesalinya bahkan merasa puas karena pernah mengerjakannya.


Muhammad bin Ka‘ab al-Qurazhi berkata, “Taubat itu diungkapkan oleh empat hal, yaitu beristighfar dengan lidah, melepaskannya dari tubuh, berjanji dalam hati untuk tidak mengerjakannya kembali, serta meninggalkan rekan-rekan yang buruk.”


Al-Hasan menerangkan, “Taubat adalah penyesalan dengan hati, istighfar dengan lisan, meninggalkan perbuatan dosa dengan tubuh, dan berjanji untuk tidak akan mengerjakan perbuatan dosa itu lagi.”


Al-Junaid menuturkan, “Taubat ada tiga makna. Pertama penyesalan, kedua tekad meninggalkan (tidak mengerjakan lagi) apa yang dilarang Allah dan ketiga berusaha memenuhi hak-hak orang yang pernah dianiayanya.”


Apabila kita pernah merampas atau menganiaya orang lain secara zhalim, maka taubat harus dilakukan dengan mengembalikan hak-hak orang itu atau meminta kerelaannya. Namun, jika dosa yang dilakukan berhubungan dengan Allah, maka sebaiknya dirahasiakan, misalnya taubat karena pernah minum khamr.


مَنِ ارْتَكَبَ شَيْئًا مِنْ هٰذِهِ الْقَاذُوْرَاتِ فَلْيَسْـتَتِرْ بِسِـتْرِ اللهِ

Siapa yang melakukan perbuatan kotor, hendaklah ia menutupinya sebagaimana Allah menutupinya. (HR Hakim)


Penulis yakin keterangan seperti ini sudah kita ketahui bersama dari nasihat para ulama. Oleh karena itu penulis tidak akan mengupasnya lebih dalam. Tentang kewajiban taubat, sudah sangat jelas perintahnya. Allah SWT berfirman:


وَتُوْبُوْاۤ إِلىَ اللهِ جَمِيْعًا أَ يُّهَ ٱلْمُؤْمِنُوْنَ لَعَلَّـكُمْ تُفْلِحُوْنَ

Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung. (QS an-Nûr [24]: 31)


Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat nashûhâ (taubat yang semurni-murninya). Mudah-mudahan Tuhan kamu akan menghapus kesalahan-kesalahanmu dan memasukkanmu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai.
(QS at-Tahrîm [66]: 8)



Daftar Pustaka:

  • Abul Qasim Abdul Karim Hawazin al-Qusyairi an-Naisaburi, asy-Syaikh, “Risalah Qusyairiyah Sumber Kajian Ilmu Tasawuf (Ar-Risâlah al-Qusyairiyyah fî ‘Ilmi at-Tashawwuf)”, Pustaka Amani, Cetakan I : September 1998/Jumadil Ula 1419
  • Maktabah Syamilah al-Ishdâr ats-Tsâlits
  • M. Quraish Shihab, Dr, “‘Menyingkap’ Tabir Ilahi – Al-Asmâ’ al-Husnâ dalam Perspektif Al-Qur’an”, Penerbit Lentera Hati, Cetakan VIII : Jumadil Awal 1427 H/September 2006
  • Sa‘id Hawwa, asy-Syaikh, “Kajian Lengkap Penyucian Jiwa “Tazkiyatun Nafs” (Al-Mustakhlash fi Tazkiyatil Anfus) – Intisari Ihya ‘Ulumuddin”, Pena Pundi Aksara, Cetakan IV : November 2006

Tulisan lanjutan dari : Apakah Kita Termasuk Orang Yang Harus Bertaubat? (1 of 4)
Tulisan ini berlanjut ke : Apakah Kita Termasuk Orang Yang Harus Bertaubat? (3 of 4)

#Semoga Allah menyatukan dan melembutkan hati semua umat Islam, amin...#

0 comments:

Post a Comment