Mencari Data di Blog Ini :

Friday, January 28, 2011

Cukup Masuk Surga Tingkat Terendah? (7 of 9)

Tatkala sore menjelang, kita terbang menggunakan pesawat jet pribadi menuju Bali untuk melihat sang surya terbenam di ufuk. Sesampainya di sana, matahari terus berjalan mendekati peraduannya. Sinarnya mulai bersulam kemerahan. Rona merah yang menyertai sun set, ditambah semilir angin Tanah Lot membuat tubuh kita terasa segar, darah pun mengalir bak aliran sungai nan bening, nyaris tanpa halangan. Semburat cahaya kemerahan yang terpantul dari riak gelombang di pantai menciptakan aura ketenangan dan kedamaian. Ombak datang silih berganti seolah menyapa dan memandikan batu karang nan bersih. Terasa sejuk dan indah. Seolah tak ada panorama yang bisa menggantikannya.



Sambil menikmati secangkir teh/kopi hangat, secara lamat-lamat kita sruput (meminum perlahan sambil merasakan getarannya di bibir, lidah dan langit-langit rongga mulut), kita bersantai diiringi alunan musik klasik dalam format MP3/MP4. Beriringan kita dengarkan alunan simfoni Ludwig van Beethoven dan Wolfgang Amadeus Mozart. Merasakan efek positif simfoni demi simfoni, tubuh kita pun menjadi rileks, serasa dipijit-pijit dengan penuh kasih sayang dan kemesraan. Selanjutnya concerto indah dari Johann Sebastian Bach dan Antonio Vivaldi silih berganti menyentuh lembut pendengaran kita. Disusul kemudian oleh permainan piano Sonata Evelyne Dubourg – Rondo Alla Turca pada A, dan diakhiri dengan Haydn –Trumpet Concerto pada E flat. Amboi, betapa syahdunya. Dengan bibir mengembang senyum, kita nikmati sore yang meneduhkan jiwa. Mungkin lebah akan cemburu pada kita di kondisi itu, karena senyum kita ternyata lebih manis dibandingkan madu yang diproduksinya.


Sebagaimana pecinta alam, demi refreshing, kita juga mendaki gunung (hiking) dan menggelar kemah tuk berteduh (camping). Berbagai pegunungan di seluruh nusantara telah kita jelajahi dan taklukkan. Sebagai mantan pramuka dengan pangkat terakhir “Penggalang Terap”, kita telah terlatih membaca kompas dan tanda-tanda alam. Pengalaman mengikuti Jambore Nasional di Bumi Perkemahan Pramuka Cibubur menambah wawasan tentang banyak hal. Ibarat Angkatan Bersenjata atau Kepolisian, level kita sebagai penggalang terap setara dengan perwira pertama dengan pangkat Kapten atau Ajun Komisaris Polisi, sebuah posisi yang cukup mentereng. Tanda Kecakapan Khusus (TKK) yang kita miliki sangatlah banyak, sehingga dibutuhkan selempang untuk memasang semuanya. Tanda Kecakapan Khusus ialah tanda yang diberikan kepada peserta didik sebagai bentuk apresiasi atas kemampuan seorang peserta didik dalam suatu bidang tertentu. Kita pun mirip seperti seorang prajurit dengan sejumlah brevet (tanda kualifikasi) dan tanda jasa karena tugas operasional.


Macam-macam tali-temali yang merupakan syarat utama untuk berkemah dan camping kita pahami dengan baik, yaitu simpul pangkal, jangkar, mati, hidup, anyam, anyam berganda, kembar dan simpul ujung tali. Berbagai sandi untuk komunikasi rahasia juga kita kuasai dengan sempurna, misalnya Morse, Semaphore, ANNA (lawan 1), AZZA (lawan 2), Kimia, Kotak, Rumput dan Ular. Bahkan, kita juga mengembangkan sendiri sandi baru dengan enkripsi 1024 bit, layaknya seorang hacker handal. Hacker adalah seseorang yang ahli di bidang rekayasa perangkat lunak. Hanya saja saat ini istilah hacker diinterpretasikan lain, sehingga kesannya negatif, padahal sebenarnya tidak seperti itu.


Kala malam merayap agak cepat, kita menikmati keindahan angkasa raya, bertaburan bintang, bersinarkan cahaya rembulan saat purnama. Purnama seolah tersenyum dan bertasbih bersama bintang-bintang dan angin malam. Di depan api unggun, dengan ditemani kekasih tercinta, bak seorang astronom, kita amati rasi bintang yang ada. Rasi bintang atau konstelasi adalah sekelompok bintang yang tampak berhubungan membentuk suatu konfigurasi khusus. Dalam ruang tiga dimensi, kebanyakan bintang yang kita amati tidak memiliki hubungan satu dengan lainnya, tetapi dapat terlihat seperti berkelompok pada bola langit malam. Kita hapal di luar kepala 88 jenis rasi bintang modern, diantaranya yaitu Hydra, Ursa Major, Cassiopeia, Eridanus, Pegasus, Chamaeleon dan Scutum. Jenis rasi bintang yang diajarkan waktu SD pun masih kita ingat, misalnya rasi bintang Waluku (Orion), rasi bintang Biduk (Pedati Sungsang) yang tampak di langit sebelah utara dan rasi bintang Pari (Gubug Penceng) sebagai pedoman arah selatan. Memandang bintang berkelap-kelip seperti lampu-lampu indah yang dipasang saat menyongsong hari kemerdekaan negara tercinta, kita pun berpuisi:


Kupandangi dan kugembalakan bintang di angkasa
Kugiring dan kuperhatikan ia dalam setiap pendar mata
Bintang gemintang dan malam seumpama setitik api
Yang membakar hati dan pikiran hingga malam menepi

Aku serupa penjaga, berjalan di atas hamparan taman
Kalau saja Ptolemius masih hidup, ia kan tegaskan,
“Dialah hamba terhebat, penghitung bintang gemintang”
(karya Ibnu Hazm)


Bila bosan dengan wisata dalam negeri, kita bisa mengunjungi salah satu keajaiban dunia, yang sempurna karena ketidaksempurnaannya, yaitu menara Pisa (Torre pendente di Pisa), Italia yang dibangun tiga tahap dalam jangka waktu 200 tahun sejak 9 Agustus 1173. Wow!. Kemiringan menara, yang sebenarnya adalah sebuah kekurangan dari segala jenis bangunan, justru membuatnya menakjubkan. Tak perlu kita pikirkan siapa sebenarnya sang arisitek, selain masih kontroversi, juga berganti-ganti; yang pasti mereka telah membuat kesalahan yang membanggakan.


Untuk menyaksikan keajaiban air, kita berwisata ke air terjun Niagara yang sungguh memukau dan membuat setiap orang yang memandang berdecak kagum. Air-air kecil yang memantul, tampak seperti dilemparkan oleh bebatuan, terasa menyejukkan mata. Gelora air untuk menuruni tebing, berkejar-kejaran, susul-menyusul, laksana bocah-bocah tanpa dosa bermain dengan riangnya. Air yang jernih dan tampak putih, ditambah kondisi udara yang sejuk di kawasan air terjun, seolah memandikan jiwa, membuatnya segar-bugar dan penuh semangat.


Merasakan asyiknya bersalju ria, kita melakukan aktivitas ski es di Pegunungan Alpen, Swiss atau di Selandia Baru. Lebih mengesankan lagi karena kita juga menjelajah seluruh keajaiban alam di 5 samudera (Arktik, Atlantik, Hindia, Pasifik dan Selatan) serta 7 benua (Afrika, Amerika Selatan, Amerika Utara, Antartika, Asia, Eropa dan Australia/Oceania) yang ada di planet bumi ini. Bila masih belum puas, saat ini sudah tersedia paket wisata ke luar angkasa. Bagi kita, tak ada masalah dengan biaya, karena kitalah konglomerat nomor wahid di alam mayapada ini.


Kita juga mampu melakukan haji setiap tahun dan umrah setiap saat. Berkunjung ke bait Allah, berdoa dengan penuh pengharapan di multazam dan hijir Ismail, shalat dekat maqâm Ibrahim (batu tempat Nabi Ibrahim berdiri ketika membangun Ka‘bah), napak tilas pencarian air oleh Siti Hajar dengan melaksanakan sa‘i antara Shafa dan Marwah, mencium hajar aswad serta meminum air zam-zam. Di masjid Nabawi, kita shalat dengan khudhu‘ dan khusyu‘ di Raudhah dan berziarah ke makam kekasih sekaligus junjungan kita, Rasulullah Muhammad asw. (‘alayhish shalâtu was salâm). Bila kita ingin ke bumi para Nabi, dengan leluasa kita bisa mengunjungi bumi Kinanah, negara Mesir. Menapaktilasi para Nabi, sahabat, tabi‘in, tabi‘it tabi‘in, salafus shaleh, menyaksikan mumi Fir‘aun dan tokoh-tokoh dunia lainnya, selalu terbuka kesempatan bagi kita untuk melaksanakannya sesuka hati, kapan pun terbersit keinginan.



Daftar Pustaka:

  • Ibnu Hazm al-Andalusi, “Di Bawah Naungan Cinta (Thawqul Hamâmah) – Bagaimana Membangun Puja Puji Cinta Untuk Mengukuhkan Jiwa”, Penerbit Republika, Cetakan V : Maret 2007


Tulisan ini lanjutan dari : Cukup Masuk Surga Tingkat Terendah? (6 of 9)
Tulisan ini berlanjut ke : Cukup Masuk Surga Tingkat Terendah? (8 of 9)

#Semoga Allah menyatukan dan melembutkan hati semua umat Islam, amin...#

1 comment: