Mencari Data di Blog Ini :

Friday, February 18, 2011

Kala Semangat Ibadah Menurun (1 of 2)

Dalam hidup ini setiap hal berpasang-pasangan.

Ada pagi, ada senja.
Ada utara, ada selatan.
Ada suami, ada istri.
Ada bahagia, ada nestapa.
Ada steker, ada stop kontak.
Ada roda, ada velg.
Ada aksi, ada reaksi.
Ada fi‘il, ada fâ‘il.
Ada naik, ada turun.

Penulis yakin kita bisa menambah daftar pasangan tersebut hingga berpuluh-puluh baris. Mengapa semua hal berpasangan? Prof. M. Quraish Shihab menguraikan bahwa diciptakannya segala sesuatu berpasang-pasangan, tujuan akhirnya untuk menunjukkan kepada kita bahwa hanya Allah Yang Maha Esa, tak butuh pasangan. Allah-lah Al-Ahad. Pemahaman ini untuk menguatkan tauhid kita.

Dengan kesadaran ini seharusnya setiap peristiwa membuat kita senantiasa ingat kepada Allah Al-Ahad.

Dengan kesadaran ini seharusnya kita berusaha sekuat-kuatnya mendekatkan diri kepada-Nya.

Dengan kesadaran ini seharusnya kita konsisten dan persisten dalam mengabdikan diri kepada-Nya.

Dengan kesadaran ini seharusnya kita selalu merasakan bahwa Allah mengetahui segenap gerak-gerik kita.

Dengan kesadaran ini seharusnya semangat ibadah kita tak boleh menurun.

Namun, pernak-pernik kehidupan, buaian nyanyian setan serta godaan nafsu duniawi kadang membuat kita terlena dan terpedaya sehingga semangat ibadah pun menurun.

اَلْإِيْمَانُ يَزِيْدُ وَيَنْقُصُ

(Kondisi) keimanan itu bisa bertambah, bisa pula berkurang

Pertanyaannya, “Apa yang harus kita lakukan bila semangat ibadah menurun?”

1. Ingat nikmat Allah yang dianugerahkan kepada kita

Memang, kita tak akan sanggup menghitung jumlah nikmat Allah. Hal ini pun telah ditegaskan oleh Allah dalam Al-Qur'an.

Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya. (QS an-Nahl [16]: 18)


Namun, itu bukan berarti kita tidak diperintahkan berpikir—termasuk mengingat, menghitung dan sejenisnya—tentang karunia Allah. Kalau kita abaikan kegiatan berpikir tentang nikmat Allah, maka lama-kelamaan kita akan lupa betapa banyak karunia yang telah dicurahkan kepada kita. Sampai-sampai, nasihat bijak disampaikan,

“Kita baru mengerti nikmat sehat ketika sakit.”
“Kita baru menyadari nikmat kaki saat harus diamputasi.”
“Kita baru memahami nikmat memiliki anak kalau lama tak punya buah hati.”
“Kita baru mensyukuri nikmat bekerja tatkala di-PHK.”
“Kita baru memikirkan nikmat udara waktu membeli oksigen di rumah sakit.”
“Kita baru merenungkan nikmat hujan jika kemarau berkepanjangan.”
“Kita baru merasakan nikmat kemarau bila hujan tak henti-henti.”

Walaupun ada pepatah, “Lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali,” tapi bukankah lebih baik lagi bila tidak terlambat? Perlu kita pahami bahwa udara, air, matahari dan semua hal yang ada di semesta adalah karunia Allah untuk kita. Terkadang, kita kurang mensyukuri anugerah yang bersifat umum (untuk semua makhluk hidup), padahal semua itu juga anugerah yang sangat besar kepada kita secara pribadi.

Senantiasa mengingat nikmat Allah akan membuat diri kita selalu bersyukur.

Bersyukur berarti menggunakan semua anugerah Allah sesuai peruntukannya, demi mengabdi (beribadah) kepada-Nya.

Bersyukur berarti memiliki rasa malu bila menjauh dari-Nya.

Bersyukur berarti bersungguh-sungguh dalam usaha menggapai cinta dan ridha-Nya.


2. Memahami dan mengingat mengingat masa depan (surga)

Misal ada seorang karyawan diminta atasannya, “Mulai besok, sampean kerja sampai dengan pukul 21:00 setiap hari selama 7 tahun. Semua itu dilakukan demi dedikasi kepada perusahaan tanpa ada uang lembur.”

Kira-kira, apa komentar dan sikap karyawan tersebut?

Coba kita bandingkan bila atasannya berkata, “Mulai besok, sampean kerja sampai dengan pukul 21:00 setiap hari selama 7 tahun. Semua itu dilakukan demi dedikasi kepada perusahaan. Sebagai imbalan, perusahaan akan memberi lembur Rp 7.000.000,- (tujuh juta rupiah)/hari dan jabatan/kedudukan sampean akan naik ke jajaran direksi di akhir tahun ke-7.”

Biasanya, tanpa mengetahui tujuan secara gamblang, kita akan asal-asalan dalam melakukan kegiatan. Keadaan ini sama seperti mendengarkan orang berbicara/pidato tanpa arah/maksud jelas. Mbuletisasi!

Senantiasa mengingat masa depan (surga) akan membuat kita mengerti bahwa ladang yang kita tanam di dunia ini menghasilkan ganjaran tak terhingga.

Di surga kita akan mendapat pendamping yang keelokannya tak bisa ditandingi oleh wanita mana pun di dunia.

Di surga kita akan menikmati harta berlimpah yang nilainya tak bisa dicapai oleh konglomerat mana pun sejagad.

فِيْهَا مَالاَ عَيْنٌ رَأَتْ وَلاَ أُذُنٌ سَمِعَتْ وَلاَ خَطَرَ عَلَى قَلْبِ بَشَرٍ

“Di surga (kenikmatannya) belum pernah dilihat mata, didengar oleh telinga dan terbetik di dalam hati (atau dihayalkan oleh pikiran).”
(HR Bukhari)

Di surga kita akan bertemu Allah, yang senantiasa kita sembah, mohon ridha-Nya dan rindukan. Adakah kebahagiaan yang melebihi pertemuan dengan Allah?

Sebagai ilustrasi, kita mungkin senang bisa tinggal di rumah mewah. Tapi, kebahagiaan bercanda dengan anak-istri jauh di atas gemerlap duniawi. Itu mengapa bertemu Allah jauh melebihi kenyamanan dan kemewahan fasilitas surga.

Imam Muslim meriwayatkan dari Sahabat Shuhaib ra. bahwa Rasulullah bersabda:

إِذَا دَخَلَ أَهْلُ الْجَنَّةِ الْجَنَّةَ يَقُوْلُ اللهُ تَبارَكَ وَتَعَالَى: تُرِيْدُوْنَ شَـيْئًا أَزِيْدُكُمْ؟ فَيَقُوْلُوْنَ: أَلَمْ تُبَيِّضْ وُجُوْهَنَا، أَلَمْ تُدْخِلَنَا الْجَنَّةَ، وَتُنْجِنَا مِنَ النَّارِ؟ فَيَكْشِفُ الْحِجَابَ فَمَا أُعْطُوْا شَيْئًا أَحَبَّ إِلَيْهِمْ مِنَ النَّظْرِ إِلَى رَبِّهِمْ

Jika penghuni surga telah masuk surga, Allah berfirman, “Maukah kalian kutambah sesuatu?” Mereka menjawab, “Bukankah Engkau telah memutihkan wajah kami? Bukankah Engkau telah memasukkan kami ke surga dan menghindarkan kami dari neraka?” Kemudian disingkapkanlah penghalang itu, tidak ada sesuatu yang paling diinginkan melainkan hanya melihat wajah Tuhan mereka.
وَعَدَ اللَّهُ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا وَمَسَاكِنَ طَيِّبَةً فِي جَنَّاتِ عَدْنٍ وَرِضْوَانٌ مِنَ اللَّهِ أَكْبَرُ ذَلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ

Allah menjanjikan kepada orang-orang mukmin lelaki dan perempuan, (akan mendapat) surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai, kekal mereka di dalamnya, dan (mendapat) tempat-tempat yang bagus di surga ‘Adn. Dan keridhaan Allah adalah lebih besar; itu adalah keberuntungan yang besar.
(QS at-Taubah [9]: 72)

Di dalam ayat tersebut, Allah meletakkan kemuliaan ridha Allah lebih tinggi daripada surga-Nya. Keridhaan pemilik surga lebih utama ketimbang surga itu sendiri, bahkan Allah adalah inti dari yang diidamkan para penghuni surga. Rasulullah Muhammad saw. bersabda:

إِنَّ اللهَ يَتَجَلَّى لِلْمُؤْمِنِيْنَ فَيَقُوْلُ: سَلُّوْنِي فَيَقُوْلُوْنَ رِضَاكَ

Sesungguhnya Allah menampakkan diri kepada orang-orang mukmin (di surga), lalu Dia berfirman, “Mintalah kepada-Ku!” Lalu para penghuni surga berkata, “Kami minta keridhaan-Mu.”
(HR al-Bazzar dan Thabrani)


Daftar Pustaka:
  • Abu Zakaria Yahya bin Syaraf an-Nawawi, asy-Syaikh, “Riyâdhush Shâlihîn”
  • Maktabah Syamilah al-Ishdâr ats-Tsâlits
  • Salim Bahreisy, “Tarjamah Riadhus Shalihin I dan II (karya Syaikh Abu Zakaria Yahya bin Syaraf an-Nawawi)”, PT Alma‘arif

Tulisan ini berlanjut ke : Kala Semangat Ibadah Menurun (2 of 2)

#Semoga Allah menyatukan dan melembutkan hati semua umat Islam, amin...#

0 comments:

Post a Comment