Mencari Data di Blog Ini :

Friday, March 4, 2011

Ucapan Salam di Akhir Shalat, Haruskah Dijawab? (1 of 4)

Seorang teman bercerita bahwa keponakannya yang sedang duduk di bangku SD kelas satu, baru saja mendapat pelajaran tentang mengucapkan dan menjawab salam. Masalahnya, ketika ada orang shalat, kemudian membaca salam sebagai tanda selesainya shalat, keponakannya serta merta menjawab,


“Wa‘alaykumus salâm wa rahmatullâhi wa barakâtuh.”
“Apakah memang seperti itu?” tanya teman tadi.
“Haruskah kita menjawab salam orang yang shalat?” lanjutnya.

Selain kreativitas atau kecanggihan anak SD keponakan teman penulis di atas, sebetulnya banyak sekali permasalahan tentang salam dalam keseharian kita, yaitu:


Salam itu doa atau sekadar ucapan? Mengapa ketika kita mengucapkannya, tidak terbersit dalam pikiran kita bahwa itu sebuah doa yang seharusnya disampaikan penuh ketulusan?

Kalau kita mendapat salam dari teman, jawabannya apa? “Wa‘alaykumus salâm”? Ataukah “Wa‘alayhis salâm”?

Mengapa ketika seorang muballigh memulai ceramah, biasanya mengucapkan salam sebanyak tiga kali?

Ketika ada acara seminar atau diskusi, setelah sesi pemaparan oleh nara sumber, biasanya peserta dipersilakan bertanya. Sunnahkah bila setiap penanya mengucapkan salam? Bukankah pembicara akan kelelahan bila harus menjawab 2 kali salam setiap penanya, yaitu sebelum dan sesudah bertanya? Apa kita tidak kasihan?

Tatkala ada tanya-jawab keislaman di radio, biasanya penelepon akan diterima oleh pemandu acara. Penyiar mengucapkan salam kepada penelepon dan penelepon menjawabnya. Setelah itu penelepon bertanya kepada sang ustadz atau kyai pengasuh. Apakah penelepon perlu mengucapkan salam terlebih dahulu kepada ustadz pengasuh, atau langsung bertanya?

Pada saat telepon kita berdering, apakah disunnahkan mengucapkan salam kepada penelepon?
Pemimpin kita, Nabi Muhammad saw. mengajarkan kita untuk menyebarkan salam. Sahabat

Abdullah bin Salam ra. berkata bahwa ia pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda,

يَا أَيـُّهَا النَّاسُ أَفْشُوا السَّلاَمَ، وَأَطْعِمُوا الطَّعَامَ، وَصِلُوا اْلأَرْحَامَ، وَصلُّوْا وَالنَّاسُ نِيَامٌ، تَدْخُلُوا الْجَـنَّةَ بِسَلاَمٍ

“Wahai manusia, sebarkanlah salam, berilah makan, hubungkanlah silaturrahim serta shalatlah ketika manusia sedang dalam keadaan tidur, niscaya kalian masuk surga dengan selamat.” (HR Tirmidzi dan Ibnu Majah)


Sebuah hadits lain dari Abu Hurairah ra. bahwa Nabi saw. bersabda,


لاَ تَدْخُلُ الْجَـنَّةَ حَتَّى تُؤْمِنُوْا، وَلاَ تُؤْمِنُوْا حَتَّى تَحَابُّوْا، أَوَلاَ أَدُلُّـكُمْ عَلَى شَيْئٍ إِذَا فَعَلْـتُمُوْهُ تَحَابَبْتُمْ؟ أَفْشُوا السَّلاَمَ بَيْنَكُمْ

“Kalian tidak dapat masuk surga sebelum beriman, dan kalian masih belum beriman hingga kasih sayang kepada sesama. Maukah aku tunjukkan sesuatu hal apabila kalian mengerjakannya niscaya timbul kasih sayang di antara kalian? Sebarkanlah salam di antara kalian.” (HR Muslim)


Sesungguhnya di antara tujuan syariat Islam adalah mempersatukan hati, meluruskan shaf, menyatukan ucapan, menjaga agar tidak retak dan menghilangkan penyebab pertentangan.


Segala puji bagi Allah yang telah mempersatukan hati, mempersatukan berbagai jenis manusia dan mempersatukan berbagai warna kulit, bahasa serta kebudayaan.


Allah telah mempersatukan antara Bilal dari Habasyah, Shuhaib dari Roma, Salman dari Persia dan Ali dari Quraisy dalam satu kesatuan dan kasih sayang yang tidak ada dalam sejarah.


Allah memerintahkan kita untuk berpegang teguh pada tali-Nya dan melarang kita saling bertentangan seperti pengelompokan-pengelompokan yang terjadi; partai, suku, adat, warna kulit, warga negara, bahasa dan sebagainya. Semua fanatisme ini tidak dianjurkan dalam Islam dan Nabi Muhammad saw. telah meletakkannya di bawah telapak kaki.


Menyebarkan salam itu bermakna tawadhu‘ kepada hamba Allah dan berdamai kepada mereka, seolah kita tidak membanggakan diri atau sombong kepada mereka. Bila suatu hari kita mulai meremehkan permasalahan yang sangat besar pengaruhnya ini, hingga kita saling berpapasan tanpa mengucapkan salam atau teguran, maka pada saat itu akan muncullah individualitas, kedengkian dan kebencian di antara manusia.


Salam adalah ucapan (slogan) kasih sayang yang telah Rasulullah dirikan serta anjurkan agar para pengikut dan umat setelahnya untuk mengukuhkannya dalam hati. Dalam “Shahîh Bukhari” ada hadits mawqûf kepada ‘Ammar bin Yasir yang berkata, “Tiga perkara, siapa yang mampu mengumpulkannya maka dia telah mengumpulkan iman: berlaku adil dari dirimu, menyebarkan salam kepada dunia dan berinfak dalam kesulitan.”


Menyebarkan salam dilakukan kepada yang kecil (anak-anak atau orang yang lebih rendah kedudukannya) dan yang besar (orang yang lebih tua atau lebih tinggi kedudukannya), juga kepada yang dikenal dan yang tidak dikenal. Orang yang tidak dikenal maksudnya adalah orang Islam tapi belum tahu namanya. Misalnya pergi ke suatu daerah, lalu shalat di masjid. Ketika bertemu dengan orang-orang di masjid tersebut, disunnahkan mengucapkan salam.


أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَرَّ عَلَى غِلْمَانٍ فَسَلَّمَ عَلَيْهِمْ

“Sesungguhnya Rasulullah saw. melewati sekumpulan anak-anak, lalu beliau mengucapkan salam kepada mereka.” (HR Bukhari dan Muslim)


يُسَلِّمُ الصَّغِيْرُ عَلَى الْكَبِيْرِ، وَالْمَاشِي عَلَى الْقَاعِدِ، وَالْقَلِيْلُ عَلَى الْكَثِيْرِ

Orang muda mengucapkan salam kepada yang lebih tua, orang berjalan mengucapkan salam kepada orang yang duduk, dan orang yang sedikit jumlahnya mengucapkan salam kepada orang yang banyak bilangannya. (HR Bukhari)


أَنَّ رَجُلاً سَأَلَ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَيُّ اْلإِسْلاَمِ خَيْرٌ؟ قَالَ: تُطْعِمُ الطَّعَامَ وَتَقْرَأُ السَّلاَمَ عَلَى مَنْ عَرَفْتَ وَمَنْ لَمْ تَعْرِفْ

Seseorang bertanya kepada Nabi saw., “Apa yang terbaik di dalam Islam?” Jawab Nabi, “Memberi makanan dan memberi salam terhadap orang yang kau kenal atau tidak.” (HR Bukhari dan Muslim)


Daftar Pustaka:

  • Abu Zakaria Yahya bin Syaraf an-Nawawi, asy-Syaikh, “Riyâdhush Shâlihîn”
  • ‘Aidh al-Qarni, Dr, “Sentuhan Spiritual ‘Aidh al-Qarni (Al-Misk wal-‘Anbar fi Khuthabil-Mimbar)”, Penerbit Al Qalam, Cetakan Pertama : Jumadil Akhir 1427 H/Juli 2006
  • Maktabah Syamilah al-Ishdâr ats-Tsâlits
  • Salim Bahreisy, “Tarjamah Riadhus Shalihin I dan II (karya Syaikh Abu Zakaria Yahya bin Syaraf an-Nawawi)”, PT Alma‘arif

Tulisan ini berlanjut ke : Ucapan Salam di Akhir Shalat, Haruskah Dijawab? (2 of 4)

#Semoga Allah menyatukan dan melembutkan hati semua umat Islam, amin...#

0 comments:

Post a Comment