Mencari Data di Blog Ini :

Friday, March 11, 2011

Ucapan Salam di Akhir Shalat, Haruskah Dijawab? (2 of 4)

a. Hukum Memulai Salam dan Menjawabnya


Di kitab “Al-Adzkâr an-Nawawiyyah” bab Salam dan Meminta Ijin, sub bab Hukum Salam, dijelaskan bahwa hukum memulai salam adalah sunnah, yaitu sunnah kifayah. Dengan kata lain, jika ada orang terdiri atas jamaah, maka salam cukup dilakukan oleh salah seorang dari mereka. Jika mereka semua mengucapkan salam, hal ini lebih utama.

Mengenai menjawab salam, apabila yang mendapat salam hanya seorang, maka hukumnya wajib. Namun jika yang mendapat salam terdiri atas banyak orang (seperti jamaah pengajian mendapat salam dari muballigh), maka menjawab salam hukumnya fardhu kifayah. Apabila ada jamaah yang menjawab, maka gugurlah kewajiban. Namun demikian, jika semua jamaah menjawab salam, hal ini merupakan kesempurnaan dan keutamaan yang paling prima.

Apabila ada serombongan orang ternyata semuanya mengucapkan salam kepada seseorang, bagaimana cara menjawabnya? Apakah harus dijawab berulang kali sesuai jumlah salam yang diterima? Al-Mutawalli mengatakan bahwa apabila suatu jamaah mengucapkan salam kepada seseorang, lalu orang itu menjawab “Wa‘alaykumus salâm” dengan niat menjawab kepada semuanya, maka gugurlah fardhu menjawab salam terhadap hak semuanya. Masalah ini sama dengan menshalati beberapa jenazah yang dilakukan oleh satu orang secara sekaligus, maka gugurlah kefardhuan shalat jenazah atas semua kaum muslimin.

Dari Sahabat Ali bin Abi Thalib kw. bahwa Rasulullah bersabda,


يُجْزِئُ عَنِ الْجَمَاعَةِ إِذَا مَرُّوْا أَنْ يُسَلِّمَ أَحَدُهُمْ، وَيُجْزِئُ عَنِ الْجُلُوْسِ أَنْ يَرُدَّ أَحَدُهُمْ

“Dapat mencukupi sebagai ganti dari jamaah apabila lewat seseorang dari mereka mengucapkan salam, dan dapat mencukupi sebagai ganti dari orang-orang yang duduk bila seseorang dari mereka menjawab salam.(HR Abu Daud)


Menurut keterangan para ulama, hukum menjawab salam adalah wajib, jika salam itu ditujukan langsung (khithâb) untuk kita. Jadi, tidak wajib menjawab apabila ada salam yang sasarannya tidak langsung kepada kita, misalnya:

  • Salam orang shalat ketika selesai.
  • Salam dari tape recorder atau alat-alat rekam lainnya, sebab dianggap sebagai benda tak berakal. Adapun salam para muballigh di radio/televisi (on air) ketika akan memulai ceramah atau salam para penyiar saat membuka acara yang dipandunya dihukumi wajib dijawab karena suara asli orang yang memberi salam.
  • Salam seseorang ketika akan bertamu ke sebuah rumah namun tidak ada yang menjawab, sedangkan kita melewatinya.
  • Salam dari bel elektronik yang bunyinya adalah ucapan salam.
  • Salam dari burung beo yang dilatih untuk mengucapkannya.


Meskipun begitu, menjawabnya adalah keutamaan. Bukankah tidak ada ruginya kita menjawab salam? Bukankah doa adalah sebuah kebaikan, dan kebaikan itu hakikatnya untuk diri kita sendiri?


Kadang kala kita mendengar ada seseorang mengatakan sesuatu sebelum mengucapkan salam, misalnya, “Saudara-saudara sekalian, Assalâmu ‘alaykum wa rahmatullâhi wa barakâtuh.” Beberapa penyiar radio juga ada yang berkata, “Para pendengar sekalian, jumpa lagi dengan saya, Assalâmu ‘alaykum wa rahmatullâhi wa barakâtuh.” Bagaimana hukum menjawabnya?


Kaidah yang berlaku dalam pengucapan salam adalah sebelum bercakap-cakap.


اَلسَّلاَمُ قَبْلَ الْكَلاَمِ

Salam itu sebelum pembicaraan.

Sebagian ulama menjelaskan bahwa salam yang didahului dengan perkataan seperti contoh di atas tidak wajib dijawab, namun menjawabnya tetaplah sebuah keutamaan. Ada juga yang menjelaskan bahwa di mana pun ucapan salam diletakkan—di awal, tengah atau akhir pembicaraan—tetaplah wajib dijawab, karena salam adalah doa. Lebih amannya, kita jawab saja salam tersebut sehingga kita keluar dari perbedaan pendapat. Bagi yang mengatakan tidak wajib hukum menjawabnya, kita tetap mendapat keutamaan; sedangkan bagi yang mengatakan hukumnya wajib, kita telah melaksanakannya. Wallâhu a‘lam.


اَلْخُرُوْجُ مِنَ اخْتِلاَفِ مُسْتَحَبٌّ

Keluar dari perbedaan pendapat itu disukai (dianjurkan).

Salam merupakan doa kita kepada sesama muslim. Salam bukan sekadar ucapan ketika bertemu, karena ketika berpisah pun kita disunnahkan mengucapkannya. Dengannya, kita telah mendoakan semua kebaikan kepada saudara kita. Bukankah hal demikian sungguh indah? Bukankah kasih sayang antar muslim akan terjalin lebih erat? Tidakkah orang yang didoakan akan sangat bahagia? Apalagi kita mendoakannya dengan penuh ketulusan hati.


Oleh karena itu, marilah kita bersama-sama berusaha memperbaiki salam kita. Ketika kita mengucapkan salam, marilah kita rasakan dan tanamkan pada diri bahwa itu adalah doa kita untuk saudara kita. Begitu pula jawaban salam dari saudara kita, harus kita perlakukan sebagai doa. Semoga kita semua senantiasa dianugerahi keselamatan, rahmat dan berkah dari Allah Yang Maha Pemberi Rahmat, amin.



Daftar Pustaka:

  • Abu Zakaria Yahya bin Syaraf an-Nawawi, asy-Syaikh, “Al-Adzkâr an-Nawawiyyah”
  • Abu Zakaria Yahya bin Syaraf an-Nawawi, asy-Syaikh, “Riyâdhush Shâlihîn”
  • Maktabah Syamilah al-Ishdâr ats-Tsâlits
  • Salim Bahreisy, “Tarjamah Riadhus Shalihin I dan II (karya Syaikh Abu Zakaria Yahya bin Syaraf an-Nawawi)”, PT Alma‘arif
  • Zeid Husein Alhamid, “Terjemah Al-Adzkar Annawawi (Intisari Ibadah dan Amal)”, Cetakan Pertama : Pebruari 1994/Sya‘ban 1414


Tulisan ini lanjutan dari : Ucapan Salam di Akhir Shalat, Haruskah Dijawab? (1 of 4)

Tulisan ini berlanjut ke : Ucapan Salam di Akhir Shalat, Haruskah Dijawab? (3 of 4)

#Semoga Allah menyatukan dan melembutkan hati semua umat Islam, amin...#

3 comments: